Sejarah Rumah Adat Lantang Kada Nene (Tempat Musyawarah bagi Kerajaan PUS) di Mambi

Rumah Adat Lantang Kada Nene Dahulu di Kec. Mambi Kabupaten Mamasa

Pongkapadang adalah leluhur dalam cerita rakyak yang paling popular dan melegenda di wilayah yang termasuk dalam konfederasi Pitu Ulunna Salu (tujuh wilayah adat yang berada didaerah pendalaman sekitar Mamasa dan Polewali Mandar). Diriwayatkan bahwa Pongkapadang (to manurung dari gunung) sekitar Sa’dam-toraja) memiliki isteri yang bernama Turije’ne (to manurung yang berasal dari air) dan menetap di Tabulahan-Kalumpang, melahirkan beberapa anak yang menyebara ke tujuh penjuru dan menjadi cikal bakal pemimpin di tempat tersebut, diantaranya Tabulaha, Mambi, Aralle, Rante Bulahan, Matangnga, tabang dan Bambang.

Secara khusus dikatakan bahwa cikal bakal nenek moyang orang Mamasa konon berasal dari  Tabulahan (sekitar Bonehau-Kalumpang, Kabupaten Mamuju) yang merupakan salah satu anak cucu Pongkapadang yang bernama Pakiringan yang memiliki kegemaran berburu binatang. Pada Suatu  waktu  dalam perburuannya dia sampai di daerah Mamasa dan menetap di Osango ( diriwayatkan oleh Arrun Tasik , Desa Osango). Selanjutnya berdasarkan penuturan Bapak D. Demmanongkan (Desa Sepakuan-Balla) bahwa ketujuh wilayah adat dalam “pitu ulunna salu” memiliki gelaran masing-masing sekaligus merupakan cikal-bakal bentuk Pemerintahan adat Mamasa. 

  1. Untuk wilayah Tabulahan bergelar Indona Litak, memiliki tugas sebagai pembagi batas wilayah (badan pertahanan)
  2. Untuk wilayah Aralle dengan gelar Indona Kada Nene , memiliki tugas Pabbicara pitu ulunna salu (Bidang Penerangan)
  3. Untuk wilayah Rantebulahan bergelar Indona Lembang To’ Madduatakin , memiliki tugas sebagai Pendamai.
  4. Wilayah Mambi bergelar Lantang Kada Nene, bertugas sebagai tempat musyawarah
  5. Wilayah Bambang bergelar Su’buan Ada’ Kondo Sapata-Undanan Lappa-Lappa, bertugas sebagai pusat komando pertahanan
  6. Wilayah Matangnga bergelar Andiri Tatemponna Kondo Sapata, bertugas sebgai penegak kedaulatan , serta 
  7. Wilayah Tabang bergelar Bubunganna Kada Nene, bertugas sebgai penasehat atau pelindung.

Rumah Adat Salassa dengan gelar Indona Kada Nene (sebagai  Pabbicara Kerajaan PUS/ bidang Penerangan) di Aralle Kab. Mamasa

Dalam perkembangan selanjutnya selain wilayah pitu ulunna salu muncul sejumlah wilayah adat baru setingkat dan setara dengan wilayah adat pitu ulna salu (PUS), antara lainna Balla, Sindagamanik, Malabbo, Messawa, Pana, Osango, rambu Saratu, Orobua, Simbuang dan Tawalian dan diberikan tugas masing-masing dengan gelar serta tugas yang berbeda.

Untuk Balla sebagai Anak Datu', Banua Sawa digelar Sindagamanik, Malabbo digelar Tanduk Kaluwak, Messawa digelar Talingarara, Pana digelar Lallang kaluwak, Mamasa digelar Rambu Saratu, Osango digelar Token Sepu, Orabua-Tawalian bergelar Sesenapadang dan Simbuang bergelar Simbuan Kadanene

Khusus Limbong Kaluwak yang wilayahnya adatnya meliputi : Mamasa(rambu saratu), Osango (tokeran sepu), Sesena Padang (Orobia-Twalian) empat wilayah adat, Pimpinan wilayah adat setingkat raja dengan gelar Tomatua (yang dituakan dalam segala hal).

Dalam perkembangannya dibeberapa tempat Ketua Adat berubah nama menjadi Tomakaka (yang dianggap Kakak dalam segala hal), seperti Tomakaka Messwa, Tomakaka Urrak dan seterusnya.


Selanjutnya ketua-ketua adat seperti Tomakaka danTomatua digelar Indo (yang dianggap ibu dalam segala hal), seperti Indona Tabulahan, Indona Aralle, Indona Rambu Saratu dan setrusnya.Setelah kedatangan Belanda tahun 1907, maka wilayah adat diubah menjadi distrik yang terdiri 17 distrik, kecuali wilayah adat Simbuang yang bergabung ke Toraja dan wilayah adat Suppiran bergabugn denganSawitto serta Kalumpang bergabung dengan Mamuju.Masing-masing distrik dipimpin oleh seorang ”Parengnge" atau Pemangku Adat, kecuali daerah Matangnga bergelar “Mara’dia”


Adapun setiap wilayah adat membawahi beberapa kampong yang masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Kampung yang dibantu oleh seorang Mando’. Pembentukan wilayah adat Kondo Sapata (PUS dan sejumlah wilayah adat lainnya) beserta batas wilayah dan gelarannya masing-masing dicanangka di “To Pao’ (sebuah bukit ditengah kota Mamasa sekarang) dan disahkan di Lantang Kadanene (Mambi) (wawancara dengan Parengnge Oraobua dan Bapak Paualilling, Tawaliang dan bapak Demmaroa, Banggo thaun 2009).

Hal lain yang menarik dari tradsi tutur orang Mamasa bahwa wilayah Balla merupakan salah satu daerah otonomi istimewa yang tidak dibawahi oleh kempat wilayah adat di Limbong Kalua dantidak memberi upeti ke Indona Litak di Tabulahan, namun yang menjadi cikal bakal penguasa di Balla masih keturunan langsung dari Pongkapadang di Tabulahan-Kalumpang (sebgai salah satu wilayah pitu ulluna salu).

(Disadur : Jejak Austronesia di Mamasa, Sulawesi Barat oleh Budianto Hakim (Balai Arkeologi Makassar, 2009)


Posting Komentar untuk "Sejarah Rumah Adat Lantang Kada Nene (Tempat Musyawarah bagi Kerajaan PUS) di Mambi"