TEORI BELAJAR KONSTRUTIVISTIK

 




MAKALAH
TEORI BELAJAR KONSTRUTIVISTIK

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Pembelajaran

Dosen Pengampu: Prof. Dr. C. Asri Budiningsih

 


Disusun oleh:

Yoga Karuniawan                   (22107251001)

Vincentus Ferrer Dede            (22107251008)                                   

 

 

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

FAKULTAS PASCASARJANA ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2022




Teori Belajar Konstrutivistik 

A.    Pengertian Teori Belajar Konstrutivistik

Teori belajar konstrutivisik adalah teori belajar yang mengedepankan kegiatan mencipta serta membangun dari sesuatu yang telah dipelajari. Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman. 

Konstrutivistik menurut Piaget (1971) adalah sistem penjelasan tentang bagaimana siswa sebagai individu beradaptasi dan memperbaiki pengetahuan. Konstrutivistik merupakan pergeseran paradigma dari behaviourisme ke teori kognitif. Epistemologi konstrutivistik mengasumsikan bahwa siswa membangun pengetahuan mereka sendiri berdasarkan interaksi dengan lingkungan mereka. Teori belajar konstrutivistik adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain, sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan, atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri (Rangkuti, 2014).

Lev Vygotsky berkata ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky yaitu. (1) Zone of Proximal Development (ZPD), Kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu; dan (2) Scaffolding, pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama      tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya

John Dewey bahwa belajar bergantung pada pengalaman dan minat siswa sendiri dan topik dalam Kurikulum harus saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak mempunyai kaitan satu sama lain. Belajar harus bersifat aktif,langsung terlibat, berpusat pada Siswa (SCL= Student Centered Learning) dalam konteks pengalaman sosial.

 

 

Teori belajar konstrutivistik ini dikembangkan dari teori kognitif. Adapun tujuan penggunaan teori ini adalah sebagai berikut.

1.     Membantu peserta didik dalam memahami isi dari materi pembelajaran.

2.     Mengasah kemampuan peserta didik untuk selalu bertanya dan mencari solusi atas pertanyaannya.

3.     Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap suatu konsep secara komprehensif.

4.     Mendorong peserta didik untuk menjadi pemikir aktif.

 

Ciri-ciri belajar konstrutivistik yang dikemukakan oleh Driver dan Oldhan (1994) adalah sebagai berikut:

1.     Orientasi, yaitu peserta didik diberik kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik dengan memberi kesempatan melakukan observasi.

2.     Elitasi, yaitu peserta didik mengungkapkan idenya denegan jalan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain.

3.     Restrukturisasi ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru, mengevaluasi ide baru.

4.     Penggunaan ide baru dalam setiap situasi, yaitu ide atau pengetahuan yang telah terbentuk perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.

5.     Review, yaitu dalam mengapliasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan menambahkan atau mengubah

 

B.    Pengaruh Konstrutivistik dalam Proses Pembelajaran

Dalam proses pengajaran dan pendidikan, teori konstrutivistik bisa menjadi usaha yang sangat menguntungkan. Dalam pendekatan singkat, konstrutivistik dapat diadopsi sebagai pengganti pembelajaran buku teks. Siswa didorong untuk memanfaatkan kemampuan berpikir, penalaran, dan analitis mereka. Bersamaan dengan hal tersebut, pendidikan menjadi lebih tentang aplikasi konsep dan membangun koneksi bukan atau mengambil informasi. Bagi guru dan pendidik, proses belajar mengajar menjadi lebih terpusat pada penerapan konsep secara praktis.           Para siswa belajar dari pendekatan langsung dari berbagai hal dan menafsirkan hasilnya sesuai perspektif mereka. Proses ini melibatkan banyak diskusi dan pembelajaran berbasis inkuiri sehingga siswa merespon lebih aktif. Dari segi prosedur penilaian juga berubah, karena guru tidak harus menilai siswa sesuai penilaian tradisional.              Siswa sendiri menganalisis pengalaman mereka, dan penilaian juga terlibat sebagai proses pembelajaran.

Paradigma konstruktivistik memandang peserta didik sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru.                Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan. Peranan kunci guru dalam interaksi pedidikan adalah pengendalian yang meliputi;

1.     Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk megambil keputusan dan bertindak.

2.     Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik.

3.     Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar peserta didik mempunyai peluang optimal untuk berlatih.

Menurut (Wing, W., & Mui, S, 2002), istilah 'konstruktivisme' mencakup berbagai posisi teoretis dan terutama telah diterapkan pada teori pembelajaran, dengan fokus pada pembelajaran sebagai perubahan konseptual dan untuk pengembangan dan pengajaran kurikulum, terutama dalam sains. Ini juga memberikan beberapa petunjuk yang jelas ke arah strategi pengajaran yang mungkin membantu siswa dalam rekonstruksi konseptual, seperti:

                                  1.       Mengidentifikasi pandangan dan gagasan siswa;

                                  2.       Menciptakan peluang bagi siswa untuk mengeksplorasi ide-ide mereka dan untuk menguji kekuatan mereka dalam menjelaskan fenomena, menghitung peristiwa dan membuat prediksi;

                                  3.       Memberikan rangsangan bagi siswa untuk mengembangkan, memodifikasi dan jika perlu, mengubah ide dan pandangan mereka; dan,

                                  4.       Mendukung upaya mereka untuk berpikir ulang dan merekonstruksi gagasan dan pandangan mereka.

  

C.    Tipe-Tipe Teori Belajar Konstruktivistik

Ada 4 jenis yang dipelajari dalam dunia pendidikan dan juga secara umum, yaitu:

1.     Konstrutivistik Trivial (Sederhana atau tidak terlalu detail)

Konstrutivistik trivial adalah salah satu bentuk paradigma konstrutivistik yang paling dasar dan paling sederhana. Tipe ini dapat dianggap sebagai dasar dari semua teori konstrutivistik lainnya. Dalam hal ini, pengetahuan dikonstruksi oleh pembelajar melalui interpretasi pengalaman pribadi berdasarkan kemampuan kognitif dan mentalnya. Hal ini tidak hanya diinduksi dari lingkungan secara otomatis, namun juga dibutuhkan keterlibatan aktif.

2.     Konstrutivistik Radikal

Konstrutivistik radikal lebih menekankan pada konstruksi pengetahuan dan menyatakan bahwa pengetahuan buku teks tidak begitu berarti. Tipe ini dapat dihubungkan dengan metodologi kerja matematika, tetapi sulit untuk dipahami dan diterapkan.

3.     Konstrutivistik Sosial

Teman sebaya dan masyarakat sangat mempengaruhi pengalaman dan proses belajar seorang individu. Keluarga guru, teman, administrator, dan teman sebaya secara langsung mempengaruhi seorang siswa dalam berbagai kegiatan di kelas. Bahkan di luar sekolah, pengaruh ini cukup signifikan. Oleh karena itu, konstrutivistik sosial juga merupakan jenis konstrutivistik yang esensial.

4.     Konstrutivistik Budaya

Budaya dan tradisi suatu tempat juga mempengaruhi kesempurnaan dan pendapat seseorang tentang sesuatu. Dengan mengamati latar belakang budaya seseorang, kita dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi mereka.

 

D.    Prespektif dalam Teori Kontruktivistik

Pertama, konstrutivistik eksogeneus mengacu pada pemikiran bahwa penguasaan pengetahuan merepresentasikan sebuah kosntruksi ulang dari struktur-struktur yang berbeda dalam dunia eksternal. Pandangan ini mendasarkan pengaruh kuat dari dunia luar pada konstruksi pengetahuan, seperti pengalaman-pengalaman, pengajaran dan pengamatan terhadap model-model.

Kedua, konstrutivistik endogenus menekankan pada koordinasi tindakantindakan yang sebelumnya, bukan secara langsung dari informasi lingkungan; karena itu, pengetahuan bukanlah cerminan dari dunia luar yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman, pengajaran, atau interaksi sosial. Pengetahuan berkembang melalui aktifitas kognitif dari abstraksi dan mengikuti sebuah rangkaian yang dapat diprediksikan secara umum.

Ketiga, konstrutivistik dialektikal. berpendapat bahwa pengetahuan tidak hanya dapat diperoleh melalui sekolah akan tetapi bisa juga di dapatkan melalui saling berinteraksi sesama teman, guru, tetangga dan bahkan lingkungan sekitar kita.                Selain itu juga interpretasinya tidak terikat dengan dunia luar. Bahkan pengetahuan atau pemahaman timbul akibat saling berlawanan mental dari interaksi antara lingkungan sekitar dengan seseorang.

Dari ketiga pandang tersebut memiliki kelebihan masing-masing, seperti konstrutivistik eksogeneus yaitu untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan seorang siswa terhadap ilmu tertentu secara akurat dan terperinci. Kemudian konstrutivistik endogenus yaitu untuk mengetahui sejauh mana penguasaan materi secara terstruktur mulai dari yang paling bawah sampai dengan yang paling tinggi. Sedangkan konstrutivistik dialektikal digunakan ketika guru atau pendidik ingin merencanakan itervensi-intervensi untuk mendorong pemikiran siswa dan untuk mengarahkan penelitian untuk menemukan efektifitas dari pengaruh-pengaruh sosial seperti paparan terhadap model-model dan kerja sama dengan teman sebaya.

 

E.    Asumsi-Asumsi Teori Belajar Konstruktivistik

Asumsi tentang teori belajar konstruktivistik berpusat pada interaksi siswa dengan lingkungannya. Interaksi tersebut berdampak pada kemampuan struktur kognitif siswa dalam menerima informasi yang berasal dari lingkungannya.                 Suparlan (Suparlan, 2019) mengidentifikasi dua asumsi teori belajar konstruktivistik, yaitu:

1.     Keaktifan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan baru. Pengetahuan awal yang dimiliki siswa dikembangkan melalui pelatihan, eksprimen maupun dalam diskusi di kelas. Hasil proses pembelajaran membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan baru.

2.     Keaktifan siswa hanya dapat terjadi jika guru menyediakan kondisi pembelajaran yang baik. Kondisi belajar menjadi prasyarat agar proses pembelajaran berlangsung menarik. Oleh karena itu, pola pengajaran teacher centered perlu untuk dievaluasi. Guru tidak lagi mengklaim dirinya sebagai satu-satu sumber belajar. Pola interaksi dibangun antara guru dan siswa. Interaksi guru dan siswa terwujud dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran yang dikemas oleh guru untuk mendorong partisipasi siswa.

Asumsi teori belajar konstruktivistik menekankan keaktifan dan interaksi siswa dan guru dalam pembelajaran. Siswa aktif untuk mengembangkan pengetahuan baru sebagai hasil interaksi antara struktur kognitif dengan materi pembelajaran baik itu di kelas maupun di luar kelas. Sedangkan keaktifan guru dikonkretkan melalui kreativitasnya untuk menciptakan kondisi belajar yang interaktif dan partisipatif.

           

F.    Prinsip-Prinsip Teori Belajar Konstruktivistik

Teori belajar konstruktivistik menerapkan beberapa prinsip sebagai landasan dalam penerapannya pada pembelajaran. Twomey Fosnot dalam M. Arsyad (Arsyad, 2021) mencetuskan prinsip-prinsip teori belajar konstuktivistik diantaranya:

                                    1.       Kegiatan belajar bermula dari apa yang sudah dimiliki oleh individu (siswa). Dimaksudkan disini ialah pengetahuan yang berisi konsep dan ide yang diperolehnya dalam relasinya dengan lingkungan.

                                  2.       Konsep dan ide-ide itu tidak bersifat tetap. Perubahan konsep dan ide terjadi ketika individu menggelola informasi baru dan menemukan konsep dan ide baru untuk mengganti konsep dan ide lama tersebut.

                                  3.       Belajar ialah penemuan pengetahuan baru. Siswa memberikan makna baru terhadap konsep-konsep lama yang membentuk pengetahuan asalinya tersebut. Pemaknaan baru itu bersumber dari analisis dan refleksi kognitif siswa terhadap sumber-sumber primer yang sama. Pemaknaan baru sulit terjadi jika siswa menemukan rangkaian sumber data yang berbeda, terpisah dan tidak membentuk kesatuan.

                                  4.       Belajar menjadi semakin bermakna jika siswa mampu membuat perbandingan antar konsep baru dan konsep lama. Analisa siswa terhadap konsep baru dan konsep lama mampu menghasilkan pengetahuan baru. Pengetahuan itu adalah sintesis antara konsep baru dan konsep lama yang sudah ada dalam struktur kognitifnya.

                                  5.       Dalam pembelajaran, teori konstruktivistik mengembangkan struktur kognitif siswa untuk mengevaluasi dirinya dalam pembelajaran.                      Siswa menilai kualitas keakfifan dan interaksinya dan menemukan solusi jika ia mengalami hambatan dalam menjalani pembelajaran.                            Solusi atas hambatan menjadikan siswa semakin matang dan dewasa dalam belajar (Suyono & Hariyanto, 2004).

 

G.   Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik

1.     Kelebihan Teori Belajar Konstruktivistik

Beberapa kelebihan teori belajar konstruktivistik (Setiawan, 2017):

a.     Peserta didik menciptakan pemahaman baru terhadap materi yang disajikan oleh guru. Peserta didik juga diberikan kesempatan untuk bekerjasama dalam mendalami materi dan menemukan pengetahuan baru. Peserta didik difasilitasi untuk mengembangkan pemahamanya sendiri. Kemandirian siswa sangat diperhatikan dalam memahami materi pembelajaran.

b.     Peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran termasuk di dalamnya menemukan masalah dalam pembelajaran serta memberikan solusi atas permasalahan itu. Daya pikir dan analisa peserta didik semakin dipertajam dengan penalaran ilmiah dan rasional.

c.     Solusi atas masalah dikaitkan dengan kehidupan nyata sehingga peserta didik merasakan pengaruh positif bagi dirinya dalam kehidupannya.

d.     Peserta didik saling bekerjasama, menghargai pendapat sesama dan membentuk komunitas ilmiah yang saling berinteraksi antar sesama peserta didik.

2.     Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik

Otonomi siswa untuk mengembangkan pengetahuan baru berpotensi menimbulkan kesalahan dalam memahami maksud materi pembelajaran. Apalagi jika tidak ada batasan yang mengatur aneka perspektif siswa terhadap materi tersebut. Karakteristik siswa yang berbeda dalam menerima informasi dan mengolanya menjadi pengetahuan baru berdampak pada ketimpangan dalam proses pembelajaran. Teori ini semakin sulit diterapkan kualitas dan kuantitas sarana pembelajaran tidak memenuhi standar pembelajaran yang baik. Penekanan yang berlebihan pada proses kognitif untuk mengkonstruksi pengetahuan berpotensi menggerus perhatian pembelajaran hanya pada aspek ini dan menggabaikan aspek lain dalam diri siswa seperti emosi, psikomotor dan sikapnya dalam pembelajaran.

H.   Penerapan Teori Konstruktivistik dalam Pembelajaran

1.     Pembelajaran melalui diskusi berkelompok.

     Siswa menyajikan materi pembelajaran yang diperoleh melalui penelitian. Siswa diberikan topik dan diberikan kebebasan untuk mencari materi pembelajaran sesuai topik tersebut.  Di dalam proses pengerjaan, siswa bekerja sama dalam kelompok untuk meneliti dan menyusun bahan yang akan dipresentasikan.Tahap selanjutnya siswa mempresentasikan hasil kerja. Pada tahap ini, siswa berkreasi untuk menggunakan metode penyajian yang tepat dan menarik. Setelah penyajian materi dibuka sesi tanya jawab. Pada tahap ini, teori konstruktivistik termuat dalam partisipasi siswa untuk mengajukan pertanyaan baik itu pertanyaan informatif maupun diskusi. Pertanyaan ini timbul sebagai hasil konstruksi pengetahuan awal yang sudah dimiliki dan pengetahuan baru yang diperoleh melalui presentasi tersebut. Pertanyaan tersebut didiskusikan dalam pembelajaran.  Guru berperan menjaga keaktifan siswa dalam diskusi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang bisa memantik diskusi. Evaluasi diberikan oleh guru selama proses diskusi. Ia mengamati keaktifan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan. Evaluasi mencakup proses pembelajaran dan hasil pembelajaran.

2.     Nurfatimah Sugrah dalam Jurnal Humanika (Sugrah, 2020)

    mengemukakan penerapan teori belajar konstruktivistik dalam pembelajaran sains. Dalam pembelajaran sains yang menekankan pada penelitian, penemuan dan eksperimen telah membuka peranan bagi teori konstruktivisme. Siswa diberikan kebebasan untuk meneliti materi penelitiannya. Hasil dari penelitian itu tidak sebatas memahami definisi, konsep dan sifat dari materi sains yang diteliti tetapi juga menemukan kegunaan dari materi itu bagi kehidupan. Kegunaan dari materi sains tersebut dipahami oleh siswa melalui kajiannya terhadap lingkungannya. Kajian tersebut membangun pengetahuan baru bahwa materi sains tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Teori konstuktivistik dalam sains menempatkan guru sebagai mitra siswa dalam meneliti dan mengkaji materi. Guru menggunakan ide-ide siswa tentang materi sebagai metode untuk memandu mereka dalam proses penelitian. Guru juga berperan membantu siswa untuk menentukan kegunaan yang tepat dari penelitian tersebut.

3.     Teori belajar konstruktivistik dapat diterapkan pada pembelajaran daring interaktif. Pembelajaran ini menggunakan web dan sosial media (Web dan Social Media Learning) sebagai media pembelajaran (Budyastuti & Fauziati, 2021). Dalam pembelajaran daring, teori konstruktivistik termuat dalam pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan saintifik melalui lima tahap yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan menginformasikan. Pada tahap mengamati,siswa mempelajari materi yang ditampilkan baik berupa video, teks, atau animasi lainnya. Kemudian, siswa mengajukan pertanyaan terkait materi yang ditampilkkan. Setelah tanya jawab dilakukan, pada tahap mengumpulkan informasi, guru membimbing siswa untuk lebih mendalami materi dengan latihan-latihan. Setelah latihan dikerjakan, guru memberikan feedback atau koreksi terhadap hasil kerja siswa melalui tahap asosiasi atau menalar. Dan pada langkah terakhir, siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan evaluasi terkait kesulitan dan kemudahan dalam mengikuti pelajaran daring.

4.  Teori belajar konstruktivistik yang berpusat pada siswa dan penekanan pada kerjasama antar siswa yang aktif, kreatif dan inovatif dapat diterapkan pada pembelajaran di era 4.0. Pendidikan pada masa kini menjamin siswa untuk memiki keterampilan dan berinovasi dalam belajar (Kuntari, 2016). Siswa dapat mengembangkan keterampilan mereka dengan berkreasi menemukan pengetahuan baru dengan memanfaatkan  perkembangan digital. Siswa dapat memahami literasi baru mengenai teknologi dan media sosial. Teori konstruktivistik dan literasi baru tersebut dapat mengembangkan pendidikan yang berinovasi karena siswa dapat menganalis perkembangan zaman dan berusaha menjawab kebutuhan zaman itu melalui keterampilan dan skill yang dimilikinya (Arsyad, 2021).

5.   Kegiatan Instruksional dalam pembelajaran dapat menggunakan teori belajar konstruktivistik (Asnah, 2020). Konstruktivistik memperhatihan proses siswa membangun pengetahuan. Siswa menyusun berbagai pengalaman menjadi strukur-struktur pengetahuan. Teori ini menempatkan peserta didik yang belajar dan subjek yang memiliki potensi untuk dikembangkan dengan penalarannya sendiri. Peserta didik dapat menyelesaikan permasalahan yang ditemui dalam mengkaji sebuah materi pembelajaran. Selain itu, peserta didik mengembangkan pengetahuannya melalui keterlibatan dan pendalamannya terhadap pengalaman hidupnya sendiri. Guru dapat menggunakan teori konstruktivistik untuk memberikan kebebasan kepada siswa untuk berkreasi dalam memahami materi.

 

6. Teori belajar konstruktivistik dapat diterapkan oleh Guru dalam kegiatan pembelajaran dengan  menerapkan model pembelajaran kontekstual.             Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) membantu siswa menghubungkan materi yang pelajari di kelas dengan apa yang ada dalam kehidupannya sehari-hari (Ramdani, 2018). Siswa akan menemukan makna materi yang dipelajari sebagai pengalaman untuk membangun pengetahuan baru. Teori konstruktivistik memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk menemukan sumber-sumber belajar di luar kelas yaitu lingkungannya.                   Dengan ini siswa akan memiliki kecakapan untuk menganalisis situasi dan konteks hidupnya. Siswa juga dapat mengembangkan pengetahuannya melalui lingkungan hidupnya. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Sebagai implementasi dari konsep ini, hasil pembelajaran yang diharapkan adalah siswa dapat memberikan makna dari pembelajaran yang di lakukan untuk kehidupannya sehari-hari. 

 

 

Daftar Pustaka

Amineh. JR & Davatgari HA. (2015). Review of Constructivism and Social Constructivism. Journal of Social Sciences, Literature and Languages Vol. 1(1), pp. 9-16, 30 April, 2015.

Arsyad, M. (2021). Teori Belajar dan Peran Guru pada Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0. In Teori Belajar dan Peran Guru pada Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0. Lambung Mangkurat University Press.

Asnah, S. (2020). Profil Guru Masa Depan Berbasis Teknologi Pendidikan. Universitas Terbuka Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Budyastuti, Y., & Fauziati, E. (2021). Penerapan Teori Konstruktivisme pada Pembelajaran Daring Interaktif. Jurnal Papeda: Jurnal Publikasi Pendidikan Dasar, 3(2), 112–119. https://doi.org/10.36232/jurnalpendidikandasar.v3i2.1126

Kuntari, E. (2016). Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Untuk Pembelajaran. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Ramdani, E. (2018). Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal sebagai Penguatan Pendidikan Karakter. Jupiis: Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 10(1), 1. https://doi.org/10.24114/jupiis.v10i1.8264

Setiawan, M. A. (2017). Belajar Dan Pembelajaran Tujuan Belajar Dan Pembelajaran (Vol. 09, Issue 02). Uwais Inspirasi Indonesia. https://www.coursehero.com/file/52663366/BELAJAR-DAN-PEMBELAJARAN1-convertedpdf/

Sugrah, N. U. (2020). Implementasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran sains. Humanika, 19(2), 121–138. https://doi.org/10.21831/hum.v19i2.29274

Suyono, & Hariyanto. (2004). Belajar dan Pembelajaran. PT. Remaja Rosdakarya.

 

 

Posting Komentar untuk "TEORI BELAJAR KONSTRUTIVISTIK"